Sabtu, 06 Oktober 2012

Ali bin Abi Thalib

Nama dan Nasab beliau:
Nama Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Abu Thalib adalah saudara kandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau dijuluki Abul Hasan dan Abu Turab.
Semenjak kecil beliau hidup diasuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena ayahnya terlalu banyak beban dan tugas yang sangat banyak dan juga banyak keluarga yang harus dinafkahi, sedangkan Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta semenjak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih anak-anak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya, Abu Thalib yang telah mengasuh beliau ketika beliau tidak punya bapak dan ibu serta kehilangan kakek tercintanya, Abdul Muththalib.
Ali bin Abi Thalib masuk Islam:
Mayoritas ahli sejarah Islam menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah radhiyallahu ‘anha, di mana usia beliau saat itu masih berkisar antara 10 dan 11 tahun. Ini adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi beliau, di mana beliau hidup bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan terdepan memeluk Islam. Bahkan beliau adalah orang pertama yang melakukan shalat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana ditulis oleh al-Askari (penulis kitab al-Awa`il).
Sifat fisik dan kepribadian beliau:
Beliau adalah sosok yang memiliki tubuh yang kekar dan lebar, padat berisi dengan postur tubuh yang tidak tinggi, perut besar, warna kulit sawo matang, berjenggot tebal berwarna putih seperti kapas, kedua matanya sangat tajam, murah senyum, berwajah tam-pan, dan memiliki gigi yang bagus, dan bila berjalan sangat cepat.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah sosok manusia yang hidup zuhud dan sederhana, memakai pakaian seadanya dan tidak terikat dengan corak atau warna tertentu. Pakaian beliau berbentuk sarung yang tersimpul di atas pusat dan menggantung sampai setengah betis, dan pada bagian atas tubuh beliau adalah rida’ (selendang) dan bahkan pakaian bagian atas beliau bertambal. Beliau juga selalu mengenakan kopiah putih buatan Mesir yang dililit dengan surban.
Ali bin Abi Thalib juga suka memasuki pasar, menyuruh para pedagang bertakwa kepada Allah dan menjual dengan cara yang ma`ruf.
Beliau menikahi Fatimah az-Zahra putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dikarunia dua orang putra, yaitu al-Hasan dan al-Husain.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah sosok pejuang yang pemberani dan heroik, pantang mundur, tidak pernah takut mati dalam membela dan menegakkan kebenaran. Keberanian beliau dicatat di dalam sejarah, sebagai berikut:
a) Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin berhijrah ke Madinah pada saat rumah beliau dikepung di malam hari oleh sekelompok pemuda dari berbagai utusan kabilah Arab untuk membunuh Nabi, Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib shallallahu ‘alaihi wasallam tidur di tempat tidur beliau dengan mengenakan selimut milik beliau. Di sini Ali bin Abi Thalib benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan penuh tawakal kepada Allah Ta’ala.
Keesokan harinya, Ali disuruh menunjukkan keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau menjawab tidak tahu, karena beliau hanya disuruh untuk tidur di tempat tidurnya. Lalu beliau disiksa dan digiring ke Masjidil Haram dan di situ beliau ditahan beberapa saat, lalu dilepas.
b) Beliau kemudian pergi berhijrah ke Madinah dengan berjalan kaki sendirian, menempuh jarak yang sangat jauh tanpa alas kaki, sehingga kedua kakinya bengkak dan penuh luka-luka setibanya di Madinah.
c) Ali bin Abi Thalib terlibat dalam semua peperangan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain perang Tabuk, karena saat itu beliau ditugasi menjaga kota Madinah. Di dalam peperangan-peperangan tersebut beliau sering kali ditugasi melakukan perang tanding (duel) sebelum peperangan sesungguhnya dimulai. Dan semua musuh beliau berhasil dilumpuhkan dan tewas. Dan beliau juga menjadi pemegang panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiayallahu ‘anhu:
Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sangat banyak sekali. Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi keutamaan dan keistimewaan beliau. Berikut ini di antaranya:
-Ali adalah manusia yang benar-benar dicintai Allah dan RasulNya.
Pada waktu perang Khaibar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bendera ini sungguh akan saya berikan kepada seseorang yang Allah memberikan kemenangan melalui dia, dia mencintai Allah dan RasulNya, dan dia dicintai Allah dan RasulNya.” Maka pada malam harinya, para sahabat ribut membicarakan siapa di antara mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Dan keesokan harinya para sahabat datang menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, masing-masing berharap diserahi bendera. Namun beliau bersabda, “Mana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab, “Matanya sakit, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali pun datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyemburkan ludahnya kepada kedua mata Ali dan mendoakannya. Dan Ali pun sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu beliau memberikan bendera kepadanya. Ali berkata, “Ya Rasulullah, aku memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Beliau menjawab, “Majulah dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan sampaikan kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang manusia melalui dirimu, sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR. Muslim, no. 2406).
-Jiwa juang Ali sangat melekat di dalam kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali agar menjaga Madinah, Ali merasa keberatan sehingga mengatakan, “Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum perempuan dan anak-anak?”
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya bersabda, “Apakah engkau tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada kenabian sesudahku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
-Beliau juga adalah salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah” (berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak.
-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, “bahwa tidak ada yang mencintainya kecuali seorang Mukmin dan tidak ada yang membencinya, kecuali orang munafik.” (HR. Muslim)
-Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada Ali radhiyallahu ‘anhu,
أَنْتَ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكَ.
Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” (HR. al-Bukhari).
-Beliau juga sangat dikenal dengan kepandaian dan ketepatan dalam memecahkan berbagai masalah yang sangat rumit sekalipun, dan beliau juga seorang yang memiliki `abqariyah qadha’iyah (kejeniusan dalam pemecahan ketetapan hukum) dan dikenal sangat dalam ilmunya. (Lihat: Aqidah Ahlussunnah fi ash-Shahabah, jilid I, halaman 283).
Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah:
Ketika Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah keempat, situasi dan suasana kota Madinah sangat mencekam, dikuasai oleh para pemberontak yang telah menodai tanah suci Madinah dengan melakukan pembunuhan secara keji terhadap Khalifah ketiga, Uts-man bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya benar-benar menghadapi dilema besar yang sangat rumit, yaitu:
1) Kaum pemberontak yang jumlahnya sangat banyak dan menguasai Madinah.
2) Terbentuknya kubu penuntut penegakan hukum terhadap para pemberontak yang telah membunuh Utsman bin ‘Affan, yang kemudian melahirkan perang saudara, perang Jamal dan Shiffin.
3) Kaum Khawarij yang dahulunya adalah para pendukung dan pembela beliau kemudian berbalik memerangi beliau.
Namun dengan kearifan dan kejeniusan beliau dalam menyikapi berbagai situasi dan mengambil keputusan, beliau dapat mengakhiri pertumpahan darah itu melalui albitrasi (tahkim), sekalipun umat Islam pada saat itu masih belum bersatu secara penuh.
Abdurrahman bin Muljam, salah seorang pentolan Khawarij memendam api kebencian terhadap Ali bin Abi Thalib, karena dianggap telah menghabisi rekan-rekannya yang seakidah, yaitu kaum Khawarij di Nahrawan. Maka dari itu ia melakukan makar bersama dua orang rekannya yang lain, yaitu al-Barak bin Abdullah dan Amr bin Bakar at-Tamimi, untuk menghabisi Ali, Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, karena dia anggap sebagai biang keladi pertumpahan darah.
Al-Barak dan Amr gagal membunuh Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, sedangkan Ibnu Muljam berhasil mendaratkan pedangnya di kepala Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, pada dini hari Jum’at, 17 Ramadhan, tahun 40 H. dan beliau wafat keesokan hari-nya.

Utsman bin ‘Affan (Wafat 35 H)

Nama lengkapnya adalah ‘Utsman bin Affanbin Abi Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf al Umawy al Qurasy, pada masa Jahiliyah ia dipanggil dengan Abu ‘Amr dan pada masa Islam nama julukannya (kunyah) adalah Abu ‘Abdillah. Dan juga ia digelari dengan sebutan “Dzunnuraini”, dikarenakan beliau menikahi dua puteri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Ibunya bernama Arwa’ bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin ‘Abdi Syams yang kemudian menganut Islam yang baik dan teguh.
Keutamaannya
Imam Muslim telah meriwayatkan dari ‘Aisyah, seraya berkata,” Pada suatu hari Rasulullah sedang duduk dimana paha beliau terbuka, maka Abu Bakar meminta izin kepada beliau untuk menutupinya dan beliau mengizinkannya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka). Kemudian Umar minta izin untuk menutupinya dan beliau mengizinkannnya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka), ketika Utsman meminta izin kepada beliau, amaka beliau melepaskan pakaiannya (untuk menutupi paha terbuka). Ketika mereka telah pergi, maka aku (Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, Abu Bakar dan Umar telah meminta izin kepadamu untuk menutupinya dan engkau mengizinkan keduanya, tetapi engkau tetap berada dalam keadaan semula (membiarkan pahamu terbuka), sedangkan ketika Utsman meminta izin kepadamu, maka engkau melepaskan pakainanmu (dipakai untuk menutupinya). Maka Rasulullah menjawab,” Wahai Aisyah, Bagaimana aku tidak merasa malu dari seseorang yang malaikat saja merasa malu kepadanya”.
Ibnu ‘Asakir dan yang lainnya menjelaskan dalam kitab “Fadhail ash Shahabah” bahwa Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Utsman, maka beliau menjawab,” Utsman itu seorang yang memiliki kedudukan yang terhormat yang dipanggil dengan Dzunnuraini, dimana Rasulullah menikahkannya dengan kedua putrinya.
Perjalanan hidupnya
Perjalanan hidupnya yang tidak pernah terlupakan dalam sejarah umat islam adalah beliau membukukan Al-Qura’an dalam satu versi bacaan dan membuat beberapa salinannya yang dikirim kebeberapa negeri negeri Islam. Serta memerintahkan umat Islam agar berpatokan kepadanya dan memusnahkan mushaf yang dianggap bertentangan dengan salinan tersebut. Atas Izin allah Subhanahu wa ta’ala, melalui tindakan beliau ini umat Islam dapat memelihara ke autentikan Al-Qur’an samapai sekarang ini. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang terbaik.
Diriwayatkan dari oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnadnya dari yunus bahwa ketika al Hasan ditanya tentang orang yang beristirahat pada waktu tengah hari di masjid ?. maka ia menjawab,”Aku melihat Utsman bin Affan beristirahat di masjid, padahal beliau sebagai Khalifah, dan ketika ia berdiri nampak sekali bekas kerikil pada bagian rusuknya, sehingga kami berkata,” Ini amirul mukminin, Ini amirul mukminin..”
Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitabnya “Hulyah al Auliyah” dari Ibnu Sirin bahwa ketika Utsman terbunuh, maka isteri beliau berkata,” Mereka telah tega membunuhnya, padahal mereka telah menghidupkan seluruh malam dengan Al-Quran”.
Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, seraya ia berkata dengan firman Allah”. “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Qs Az-Zumar:9) yang dimaksud adalah Utsman bin Affan.
WafatnyaIa wafat pada tahun 35 H pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzul Hijjah, dalam usia 80 tahun lebih, dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij).
Diringkas dari Biografi Utsman bin affan dalam kitab Al ‘ilmu wa al Ulama Karya Abu Bakar al Jazairy. Penerbit Daar al Kutub as Salafiyyah. Cairo. ditulis tanggal 5 Rab’ul Awal di Madinah al Nabawiyah.

‘Umar bin al-Khaththab (wafat 23 H)

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah al-Makhzumiyah.
Awal Keislamanya.
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a,” Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:
Anas bin Malik berkata:” Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya” Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” maka Umar menjawab, “ Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya:” Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”.
Lalu orang tadi berkata,” Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”,. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.
Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”.
Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
Lalu Umar berangkat menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khaththab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata,” Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”.
Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.
Rasulullah memberikan gelar al-Faruq kepadanya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya dia berkata,” Aku telah bertanya kepada Aisyah, “ Siapakah yang memanggil Umar dengan nama al-Faruq?”, maka Aisyah menjawab “Rasulullah”.
Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,” Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dia berkata,” Nabi telah bersabda:”Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”. Anaknya Umar (Abdullah) berkata,” Apa yang pernah dikatakan oleh ayahku (Umar) tentang sesuatu maka kejadiannya seperti apa yang diperkirakan oleh ayahku”.
Keberaniannya
Riwayat dari Ibnu ‘Asakir telah meriwayatkan dari Ali, dia berkata,” Aku tidak mengetahui seorangpun yang hijrah dengan sembunyi sembunyi kecuali Umar bi al-Khaththab melakukan dengan terang terangan”. Dimana Umar seraya menyandang pedang dan busur anak panahnya di pundak lalu dia mendatangi Ka’bah dimana kaum Quraisy sedang berada di halamannya, lalu ia melakukan thawaf sebanyak 7 kali dan mengerjakan shalat 2 rakaat di maqam Ibrahim.
Kemudian ia mendatangi perkumpulan mereka satu persatu dan berkata,” Barang siapa orang yang ibunya merelakan kematiannya, anaknya menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, maka temuilah aku di belakang lembah itu”. Kesaksian tersebut menunjukan keberanian Umar bin Khaththab Radhiyallahu’Anhu.
Wafatnya
Pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H ia wafat, ia ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh beliau ditikam oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.
Disalin dari Biografi Umar Ibn Khaththab dalam Tahbaqat Ibn Sa’ad, Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin Imam Suyuthi

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management