Sabtu, 06 Oktober 2012
Ali bin Abi Thalib
11.38
Unknown
No comments
Nama dan Nasab beliau:
Nama Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muththalib bin Hasyim. Abu Thalib adalah saudara kandung Abdullah bin
Abdul Muththalib, ayah baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jadi Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Beliau dijuluki Abul Hasan dan Abu Turab.
Semenjak kecil beliau hidup diasuh oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena ayahnya terlalu banyak
beban dan tugas yang sangat banyak dan juga banyak keluarga yang harus
dinafkahi, sedangkan Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta semenjak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih anak-anak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya, Abu Thalib yang telah
mengasuh beliau ketika beliau tidak punya bapak dan ibu serta kehilangan
kakek tercintanya, Abdul Muththalib.
Ali bin Abi Thalib masuk Islam:
Mayoritas ahli sejarah Islam menganggap
bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah orang kedua yang
masuk Islam setelah Khadijah radhiyallahu ‘anha, di mana usia beliau
saat itu masih berkisar antara 10 dan 11 tahun. Ini adalah suatu
kehormatan dan kemuliaan bagi beliau, di mana beliau hidup bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dan terdepan memeluk Islam. Bahkan beliau
adalah orang pertama yang melakukan shalat berjamaah bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana ditulis oleh al-Askari
(penulis kitab al-Awa`il).
Sifat fisik dan kepribadian beliau:
Beliau adalah sosok yang memiliki tubuh
yang kekar dan lebar, padat berisi dengan postur tubuh yang tidak
tinggi, perut besar, warna kulit sawo matang, berjenggot tebal berwarna
putih seperti kapas, kedua matanya sangat tajam, murah senyum, berwajah
tam-pan, dan memiliki gigi yang bagus, dan bila berjalan sangat cepat.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
adalah sosok manusia yang hidup zuhud dan sederhana, memakai pakaian
seadanya dan tidak terikat dengan corak atau warna tertentu. Pakaian
beliau berbentuk sarung yang tersimpul di atas pusat dan menggantung
sampai setengah betis, dan pada bagian atas tubuh beliau adalah rida’
(selendang) dan bahkan pakaian bagian atas beliau bertambal. Beliau juga
selalu mengenakan kopiah putih buatan Mesir yang dililit dengan surban.
Ali bin Abi Thalib juga suka memasuki pasar, menyuruh para pedagang bertakwa kepada Allah dan menjual dengan cara yang ma`ruf.
Beliau menikahi Fatimah az-Zahra putri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dikarunia dua orang putra,
yaitu al-Hasan dan al-Husain.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
adalah sosok pejuang yang pemberani dan heroik, pantang mundur, tidak
pernah takut mati dalam membela dan menegakkan kebenaran. Keberanian
beliau dicatat di dalam sejarah, sebagai berikut:
a) Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ingin berhijrah ke Madinah pada saat rumah beliau dikepung di
malam hari oleh sekelompok pemuda dari berbagai utusan kabilah Arab
untuk membunuh Nabi, Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib shallallahu
‘alaihi wasallam tidur di tempat tidur beliau dengan mengenakan selimut
milik beliau. Di sini Ali bin Abi Thalib benar-benar mempertaruhkan
nyawanya demi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan penuh
tawakal kepada Allah Ta’ala.
Keesokan harinya, Ali disuruh menunjukkan
keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau menjawab
tidak tahu, karena beliau hanya disuruh untuk tidur di tempat tidurnya.
Lalu beliau disiksa dan digiring ke Masjidil Haram dan di situ beliau
ditahan beberapa saat, lalu dilepas.
b) Beliau kemudian pergi berhijrah ke
Madinah dengan berjalan kaki sendirian, menempuh jarak yang sangat jauh
tanpa alas kaki, sehingga kedua kakinya bengkak dan penuh luka-luka
setibanya di Madinah.
c) Ali bin Abi Thalib terlibat dalam
semua peperangan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain
perang Tabuk, karena saat itu beliau ditugasi menjaga kota Madinah. Di
dalam peperangan-peperangan tersebut beliau sering kali ditugasi
melakukan perang tanding (duel) sebelum peperangan sesungguhnya dimulai.
Dan semua musuh beliau berhasil dilumpuhkan dan tewas. Dan beliau juga
menjadi pemegang panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiayallahu ‘anhu:
Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu sangat banyak sekali. Selain yang telah disebutkan di atas, masih
banyak lagi keutamaan dan keistimewaan beliau. Berikut ini di
antaranya:
-Ali adalah manusia yang benar-benar dicintai Allah dan RasulNya.
Pada waktu perang Khaibar, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bendera ini sungguh akan saya
berikan kepada seseorang yang Allah memberikan kemenangan melalui dia,
dia mencintai Allah dan RasulNya, dan dia dicintai Allah dan RasulNya.”
Maka pada malam harinya, para sahabat ribut membicarakan siapa di antara
mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Dan
keesokan harinya para sahabat datang menuju Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, masing-masing berharap diserahi bendera. Namun beliau
bersabda, “Mana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab, “Matanya sakit, ya
Rasulullah.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali pun
datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyemburkan ludahnya
kepada kedua mata Ali dan mendoakannya. Dan Ali pun sembuh seakan-akan
tidak pernah terkena penyakit. Lalu beliau memberikan bendera kepadanya.
Ali berkata, “Ya Rasulullah, aku memerangi mereka hingga mereka menjadi
seperti kita.” Beliau menjawab, “Majulah dengan tenang sampai kamu tiba
di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan sampaikan
kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah,
sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang manusia melalui
dirimu, sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR.
Muslim, no. 2406).
-Jiwa juang Ali sangat melekat di dalam
kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk
dan memerintah Ali agar menjaga Madinah, Ali merasa keberatan sehingga
mengatakan, “Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum perempuan dan
anak-anak?”
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam justru menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya
bersabda, “Apakah engkau tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti
kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada kenabian sesudahku.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
-Beliau juga adalah salah satu dari
sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah” (berita gembira
sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang
diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak.
-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah
menyatakan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, “bahwa tidak ada yang
mencintainya kecuali seorang Mukmin dan tidak ada yang membencinya,
kecuali orang munafik.” (HR. Muslim)
-Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada Ali radhiyallahu ‘anhu,
أَنْتَ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكَ.
“Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” (HR. al-Bukhari).
-Beliau juga sangat dikenal dengan
kepandaian dan ketepatan dalam memecahkan berbagai masalah yang sangat
rumit sekalipun, dan beliau juga seorang yang memiliki `abqariyah
qadha’iyah (kejeniusan dalam pemecahan ketetapan hukum) dan dikenal
sangat dalam ilmunya. (Lihat: Aqidah Ahlussunnah fi ash-Shahabah, jilid
I, halaman 283).
Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah:
Ketika Ali bin Abi Thalib diangkat
menjadi khalifah keempat, situasi dan suasana kota Madinah sangat
mencekam, dikuasai oleh para pemberontak yang telah menodai tanah suci
Madinah dengan melakukan pembunuhan secara keji terhadap Khalifah
ketiga, Uts-man bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya benar-benar menghadapi dilema besar yang sangat rumit, yaitu:
1) Kaum pemberontak yang jumlahnya sangat banyak dan menguasai Madinah.
2) Terbentuknya kubu penuntut penegakan
hukum terhadap para pemberontak yang telah membunuh Utsman bin ‘Affan,
yang kemudian melahirkan perang saudara, perang Jamal dan Shiffin.
3) Kaum Khawarij yang dahulunya adalah para pendukung dan pembela beliau kemudian berbalik memerangi beliau.
Namun dengan kearifan dan kejeniusan
beliau dalam menyikapi berbagai situasi dan mengambil keputusan, beliau
dapat mengakhiri pertumpahan darah itu melalui albitrasi (tahkim),
sekalipun umat Islam pada saat itu masih belum bersatu secara penuh.
Abdurrahman bin Muljam, salah seorang
pentolan Khawarij memendam api kebencian terhadap Ali bin Abi Thalib,
karena dianggap telah menghabisi rekan-rekannya yang seakidah, yaitu
kaum Khawarij di Nahrawan. Maka dari itu ia melakukan makar bersama dua
orang rekannya yang lain, yaitu al-Barak bin Abdullah dan Amr bin Bakar
at-Tamimi, untuk menghabisi Ali, Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, karena
dia anggap sebagai biang keladi pertumpahan darah.
Al-Barak dan Amr gagal membunuh Mu’awiyah
dan Amr bin al-’Ash, sedangkan Ibnu Muljam berhasil mendaratkan
pedangnya di kepala Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, pada dini hari
Jum’at, 17 Ramadhan, tahun 40 H. dan beliau wafat keesokan hari-nya.
Utsman bin ‘Affan (Wafat 35 H)
11.02
Unknown
No comments
Nama
lengkapnya adalah ‘Utsman bin Affanbin Abi Ash bin Umayah bin Abdi
Syams bin Abdi Manaf al Umawy al Qurasy, pada masa Jahiliyah ia
dipanggil dengan Abu ‘Amr dan pada masa Islam nama julukannya (kunyah)
adalah Abu ‘Abdillah. Dan juga ia digelari dengan sebutan “Dzunnuraini”,
dikarenakan beliau menikahi dua puteri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Ibunya bernama Arwa’ bin Kuraiz
bin Rabi’ah bin Habib bin ‘Abdi Syams yang kemudian menganut Islam yang
baik dan teguh.
Keutamaannya
Imam
Muslim telah meriwayatkan dari ‘Aisyah, seraya berkata,” Pada suatu
hari Rasulullah sedang duduk dimana paha beliau terbuka, maka Abu Bakar
meminta izin kepada beliau untuk menutupinya dan beliau mengizinkannya,
lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka). Kemudian Umar
minta izin untuk menutupinya dan beliau mengizinkannnya, lalu paha
beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka), ketika Utsman meminta izin
kepada beliau, amaka beliau melepaskan pakaiannya (untuk menutupi paha
terbuka). Ketika mereka telah pergi, maka aku (Aisyah) bertanya,”Wahai
Rasulullah, Abu Bakar dan Umar telah meminta izin kepadamu untuk
menutupinya dan engkau mengizinkan keduanya, tetapi engkau tetap berada
dalam keadaan semula (membiarkan pahamu terbuka), sedangkan ketika
Utsman meminta izin kepadamu, maka engkau melepaskan pakainanmu (dipakai
untuk menutupinya). Maka Rasulullah menjawab,” Wahai Aisyah, Bagaimana
aku tidak merasa malu dari seseorang yang malaikat saja merasa malu
kepadanya”.
Ibnu
‘Asakir dan yang lainnya menjelaskan dalam kitab “Fadhail ash Shahabah”
bahwa Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Utsman, maka beliau menjawab,”
Utsman itu seorang yang memiliki kedudukan yang terhormat yang
dipanggil dengan Dzunnuraini, dimana Rasulullah menikahkannya dengan
kedua putrinya.
Perjalanan hidupnya
Perjalanan
hidupnya yang tidak pernah terlupakan dalam sejarah umat islam adalah
beliau membukukan Al-Qura’an dalam satu versi bacaan dan membuat
beberapa salinannya yang dikirim kebeberapa negeri negeri Islam. Serta
memerintahkan umat Islam agar berpatokan kepadanya dan memusnahkan
mushaf yang dianggap bertentangan dengan salinan tersebut. Atas Izin
allah Subhanahu wa ta’ala, melalui tindakan beliau ini umat Islam dapat
memelihara ke autentikan Al-Qur’an samapai sekarang ini. Semoga Allah
membalasnya dengan balasan yang terbaik.
Diriwayatkan
dari oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnadnya dari yunus bahwa
ketika al Hasan ditanya tentang orang yang beristirahat pada waktu
tengah hari di masjid ?. maka ia menjawab,”Aku melihat Utsman bin Affan
beristirahat di masjid, padahal beliau sebagai Khalifah, dan ketika ia
berdiri nampak sekali bekas kerikil pada bagian rusuknya, sehingga kami
berkata,” Ini amirul mukminin, Ini amirul mukminin..”
Diriwayatkan
oleh Abu Na’im dalam kitabnya “Hulyah al Auliyah” dari Ibnu Sirin bahwa
ketika Utsman terbunuh, maka isteri beliau berkata,” Mereka telah tega
membunuhnya, padahal mereka telah menghidupkan seluruh malam dengan
Al-Quran”.
Ibnu
Abi Hatim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, seraya ia berkata
dengan firman Allah”. “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan
sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Qs Az-Zumar:9) yang
dimaksud adalah Utsman bin Affan.
WafatnyaIa
wafat pada tahun 35 H pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzul Hijjah,
dalam usia 80 tahun lebih, dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij).
Diringkas
dari Biografi Utsman bin affan dalam kitab Al ‘ilmu wa al Ulama Karya
Abu Bakar al Jazairy. Penerbit Daar al Kutub as Salafiyyah. Cairo.
ditulis tanggal 5 Rab’ul Awal di Madinah al Nabawiyah.
‘Umar bin al-Khaththab (wafat 23 H)
09.59
Unknown
No comments
Nama
lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin
Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy
al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan
al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah
al-Makhzumiyah.
Awal Keislamanya.
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Imam
Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat
yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a,” Ya
Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau
cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu
Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
Berkenaan
dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang diriwayatkan
oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh
al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:
Anas bin Malik berkata:” Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya” Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” maka Umar menjawab, “ Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya:” Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”.
Lalu orang tadi berkata,” Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”,.
Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya
(Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar
menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.
Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu
itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam
keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah
(berwudhulah/bersuci).”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”.
Mendengar
perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya
seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang
dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya
Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau
cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu
Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
Lalu
Umar berangkat menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam,
didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah
seraya berkata,” jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Lalu
bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin
Khaththab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu
Mas’ud, seraya berkata,” Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”.
Umar
turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan
tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana
dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.
Rasulullah memberikan gelar al-Faruq kepadanya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya dia berkata,” Aku telah bertanya kepada Aisyah, “ Siapakah yang memanggil Umar dengan nama al-Faruq?”, maka Aisyah menjawab “Rasulullah”.
Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”.
Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi
telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,” Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dia berkata,” Nabi telah bersabda:”Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”. Anaknya Umar (Abdullah) berkata,” Apa yang pernah dikatakan oleh ayahku (Umar) tentang sesuatu maka kejadiannya seperti apa yang diperkirakan oleh ayahku”.
Keberaniannya
Riwayat dari Ibnu ‘Asakir telah meriwayatkan dari Ali, dia berkata,” Aku
tidak mengetahui seorangpun yang hijrah dengan sembunyi sembunyi
kecuali Umar bi al-Khaththab melakukan dengan terang terangan”.
Dimana Umar seraya menyandang pedang dan busur anak panahnya di pundak
lalu dia mendatangi Ka’bah dimana kaum Quraisy sedang berada di
halamannya, lalu ia melakukan thawaf sebanyak 7 kali dan mengerjakan
shalat 2 rakaat di maqam Ibrahim.
Kemudian ia mendatangi perkumpulan mereka satu persatu dan berkata,” Barang
siapa orang yang ibunya merelakan kematiannya, anaknya menjadi yatim
dan istrinya menjadi janda, maka temuilah aku di belakang lembah itu”. Kesaksian tersebut menunjukan keberanian Umar bin Khaththab Radhiyallahu’Anhu.
Wafatnya
Pada
hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H ia wafat, ia ditikam ketika sedang
melakukan Shalat Subuh beliau ditikam oleh seorang Majusi yang
bernama Abu Lu’luah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia
mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi
dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.
Disalin dari Biografi Umar Ibn Khaththab dalam Tahbaqat Ibn Sa’ad, Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin Imam Suyuthi